Di teras rumahnya di Solo, di bawah bayang-bayang penyakit kulit yang tak kunjung sembuh, Joko Widodo terduduk. Tatapannya lurus, namun ada kegeraman yang tersembunyi di balik matanya. Ia kembali dituding. Kali ini, sebuah isu usang yang terus diulang, sebuah fitnah yang seolah tak lekang oleh waktu: ijazah palsu.
Ini bukan kali pertama. Sejak 2019, ketika hendak mencalonkan diri, hingga kini, di tengah isu pemakzulan Gibran, tudingan ini terus membayangi. Sebuah narasi yang tak lekang zaman, berulang-ulang seperti kaset rusak yang diputar paksa.
“Saya berperasaan memang kelihatannya ada agenda besar politik di balik isu-isu ini,” ujar Jokowi, pada 14 Juli 2025. Ia mencoba tenang, menyebut fitnah ini “biasa-biasa saja.” Namun, kali ini, ia tidak tinggal diam.
Ketika Bukti Tak Lagi Berarti
Jalur hukum telah ditempuh. Bareskrim Polri pada tahun 2019 telah menyatakan ijazah Jokowi asli. Namun, keputusan itu tak membuat tudingan berhenti. Tuduhan berkembang, dari ijazah SMA hingga S1. Pada 2019, seorang bernama Umar Kholid menyebarkan kabar bohong tentang ijazah SMA Jokowi yang diduga palsu. Faktanya, ijazah itu asli, hanya nama sekolahnya yang berubah. SMPP yang menjadi sekolah Jokowi berganti nama menjadi SMAN 6 Surakarta pada 1985. Umar Kholid ditangkap.
Pada September 2020, sebuah akun Facebook membandingkan ijazah Jokowi dengan ijazah alumnus UGM lain. Mereka menyangsikan foto di ijazah Jokowi. Puncaknya, Maret 2025, seorang mantan dosen Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar, menyangsikan keaslian ijazah dan skripsi Jokowi. Argumennya, skripsi Jokowi menggunakan font Times New Roman yang dianggap belum ada pada tahun 1980-an, saat Jokowi lulus.
Meski demikian, selama ini, Presiden ke-7 RI itu memilih diam. “Itu fitnah murahan,” katanya pada Maret 2025. Ia menganggap isu itu hanya angin lalu. Namun, angin itu kini berubah menjadi badai. Pada 30 April 2025, Jokowi mengambil langkah tak terduga. Ia melaporkan balik para penuding ke Polda Metro Jaya. Bukan hanya satu, enam laporan polisi terkait isu ijazah palsu tengah diusut, salah satunya dilaporkan langsung oleh Jokowi.
Menanti Keadilan di Ruang Sidang
Untuk lulus dari Universitas Gadjah Mada (UGM), seorang mahasiswa harus memenuhi syarat IPK, KKN, dan skripsi. Namun, ada satu syarat lain yang harus dipenuhi Jokowi: ujian di ruang pengadilan pidana.
“Saya ingin menunjukkan ijazah di dalam sidang pengadilan nanti,” ujar Jokowi, dengan nada penuh tekad. Ia menolak menunjukkan ijazah aslinya di luar persidangan, seakan ingin memberikan bukti keaslian di tempat yang seharusnya: di hadapan hukum.
Di tengah sakitnya, Jokowi memilih untuk berjuang. Bukan hanya untuk membersihkan nama, tetapi untuk menegaskan bahwa tuduhan tanpa dasar tidak bisa dibiarkan begitu saja. Sebuah ijazah, yang seharusnya menjadi tiket kelulusan, kini menjadi sebuah kasus hukum. Dan di ruang sidang, Jokowi siap menjalani ujian terakhir.
Branding, Marketing, dan Konten untuk Politisi
Panduan pembuatan konten dan program kampanye mulai dari penyusunan ide hingga aksi konkret untuk APK, media sosial, hingga kampanye massa.